Pro kontra tentang penghapusan mata pelajaran Bahasa Jawa dalam kurikulum 2013
terus menggelinding. Yang pro mengatakan, bahasa Jawa merupakan warisan
leluhur yang patut dilestarikan. Karena etika, moral, filsafat, sejarah, mitos, kosmologi, serta legenda terkandung di dalamnya. Seorang anak bangsa
seyogyanya harus memahami benar sejarah dan budayanya. Dengan begitu
mereka dapat hidup di tengah dunia global tanpa tercerabut dari akar
budayanya.
Sementara yang kontra mengatakan, era global seperti sekarang ini
diperlukan alat komunikasi yang cepat dan egaliter. Bahasa Jawa tidak
mampu menembus batas itu. Akibatnya, berbahasa Jawa dianggap melawan
jaman. Mereka yang berbahasa Jawa kerap dikatakan kampungan dan
ketinggalan jaman. Bahkan dianggap sebagai orang yang berasal dari
strata bawah.
Pro kontra tersebut merembet ke kalangan siswa.
Hal itu tergambar dari hasil survei yang dilakukan tim Deteksi Jawa
Pos. Di antara pro kontra itu 83,0 persen responden menganggap pelajaran
Bahasa Jawa masih pantas dimasukkan ke dalam kurikulum.
Bahkan 89,9 persen responden mengaku bangga berbahasa Jawa. Materi yang
disukai antara lain Nulis Aksara Jawa, belajar bertutur bahasa, dan
arti bahasa
Saya berharap hasil survei ini didengar oleh pihak Kemendikbud.
Selanjutnya dijadikan bahan renungan dan pertimbangan sehinga Bahasa
Jawa tetap ada dalam struktur kurikulum 2013. Dengan tetap
mempertahankan bahasa Jawa diharapkan bahasa Jawa bisa membumi. Siapa
tahu malah menjadi warisan dunia yang berasal dari Indonesia. Di samping
itu, Pak Nuh sebagai orang nomor satu di Kemendikbud juga harus membuka
kembali catatan UNESCO. Badan PBB itu mencatat, setiap tahun tidak
kurang sepuluh bahasa daerah punah. Tentunya kita tidak menginginkan hal
ini terjadi. Semestinya begitu. (Priyandono dalam Radar Surabaya 02/04/2013) kapetik saking http://guru.or.id/membumikan-bahasa-jawa.html